Rabu, 14 Mei 2008

Mengenal Tempramen

Terminologi
Temperamen adalah kombinasi pembawaan yang kita warisi dari orang tua kita. Pembawaan ini diwariskan melalui gen. Secara sadar ataupun seringkali tidak sadar, temperamen mempengaruhi seluruh aspek tindakan kita. Temperamen yang telah "dibudayakan" melalui pembentukan lingkungan disebut sebagai karakter. Sedangkan kepribadian adalah "sosok" yang kita tampilkan dalam relasi dengan orang lain. Bisa jadi, kepribadian sebagai "sosok" yang kita tampilkan berbeda dengan karakter kita yang sesungguhnya. Hal ini bergantung pada kejujuran kita dalam menampilkan diri.
Dengan mengerti secara sekilas perbedaan antara temperamen, karakter dan kepribadian, kita mendapati bahwa temperamen adalah "bahan dasar" yang membentuk karakter dan pada akhirnya kepribadian kita.

Teori Empat Temperamen
Teori yang sekarang mungkin paling terkenal berkenaan dengan temperamen adalah teori empat temperamen. Teori empat temperamen pertama kali dikemukakan oleh Hipokrates (460-370 SM). Hipokrates mengemukakan bahwa pada dasarnya, manusia terbagi atas empat golongan temperamen : Sanguin, Koleris, Melankolis, dan Flegmatis. Temperamen yang dimiliki oleh seseorang, menurut Hipokrates bergantung pada "cairan" yang ada di dalam tubuhnya: darah, empedu hitam, empedu kuning, dan flegma.
Dalam perkembangannya, pemikiran Hipokrates pertama kali dimunculkan di Eropa oleh seorang filsuf tenar bernama Immanuel Kant, pada tahun 1798. Paska Immanuel Kant, teori empat kepribadian digemakan oleh Dr. W. Wundt, yang mengadakan penelitian seksama tentang hal ini pada tahun 1879. Teori yang sama diadopsi oleh seorang teolog besar Inggris, yaitu Alexander Whyte, untuk menganalisa tokoh-tokoh yang ada di dalam Alkitab. Pemikiran Hipokrates ini kembali dimunculkan pada abad ke-20 oleh tokoh-tokoh seperti : Tim Lahaye dan Florence Littauer, dan mengalami "booming", yang mungkin sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Hipokrates.

Mengenal Empat Temperamen ?
Berikut ini akan dipaparkan karakteristik - positif maupun negatif - dari masing-masing temperamen. Daftar ini disusun berdasarkan analisa La Haye dan Littenauer.

SANGUIN
v Beberapa karakteristik positif dari temperamen sanguin adalah : ramah, optimis, impulsif, bersahabat, menyenangkan, mudah terharu, rasa humor yang baik, periang, tulus, ekspresif, penuh rasa ingin tahu dan baik dipanggung.
v Sementara karakteristik negatifnya adalah : egois, sulit berkonsentrasi, resah, tidak disiplin, mudah patah semangat, emosional, polos, dan labil.
KHOLERIK
v Karakteristik positif dari temperamen koleris adalah : berbabakat pemimpin, dinamis, berkemauan kuat, memancarkan keyakinan, visioner, tegas, disiplin.
v Sisi negatifnya adalah : cepat "panas", dingin (tidak sensitif), sarkastis, tidak simpatik.
MELANKOLIK
v Karakteristik positif dari temperamen melankolis adalah : analitis, tekun, artistik, sensitif, idealis, dan teratur.
v Sedangkan sisi negatifnya adalah : perfeksionis, pesimistis, berprasangka, menyimpan kebencian, dan labil.
FLEGMATIS
v Karakteristik positif dari temperamen flegmatis adalah : rendah hati, mudah bergaul, tenang, konsisten, cinta damai dan efisien.
v Sementara, karakteristik negatifnya adalah : lamban, pesimistis, keras kepala, kurang motivasi, dan cenderung kurang ekspresif.

Empat jenis temperamen tersebut adalah temperamen dasar yang mempengaruhi seseorang. Pada kenyataannya, tidak ada seorang pun mungkin yang hanya mempunyai satu jenis temperamen. Setidaknya, setiap orang adalah perpaduan yang unik antara 2 atau bahkan mungkin tiga jenis temperamen. La Haye mendaftarkan setidaknya ada dua belas perpaduan temperamen, yaitu : San-Kol, San-Mel, San-Fleg, Kol-San, Kol-Mel, Kol-Fleg, Mel-San, Mel-Kol, Mel-Fleg, Fleg-San, Fleg-Kol, dan Fleg-Mel.
Perpaduan antara beberapa jenis temperamen ini tentunya mempunyai implikasi yang nyata pada daftar kekuatan ataupun kelemahan seseorang. Satu hal yang mendasar yang menjadi jelas bagi kita adalah: bahwa tiap-tiap manusia adalah pribadi yang unik dan tidak ada duanya.

Diubahkan oleh Kuasa Tuhan
Apabila kita menggunakan teori empat temperamen untuk menganalisa tokoh-tokoh dalam Alkitab, maka kita mendapati satu kenyataan yang menarik. Kita akan mendapati Petrus si sanguin, Paulus si koleris, Musa si melankolis dan Abraham si flegmatis, adalah orang-orang yang dipakai Tuhan dengan luar biasa. Tuhan telah memakai mereka dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang mereka miliki.
Bagaimana Tuhan bisa memakai mereka menjadi alat untuk kemuliaan-Nya? Tuhan tidak mengubah temperamen mereka. Tuhan tidak menjadikan mereka menjadi "orang lain". Yang Tuhan lakukan adalah mentransformasi temperamen tersebut. Transformasi temperamen diberikan Tuhan dengan kepenuhan kehadiran Roh-Nya yang kudus. Petrus adalah tetap seorang sanguin, tetapi seorang sanguin yang dipenuhi oleh Roh Allah. Demikian juga dengan Paulus, Musa dan Abraham. Masing-masing menjadi pribadi yang optimal dengan temperamen masing-masing oleh karena kehadiran Tuhan di dalam kehidupannya.
Sebagai contohnya, mari kita perhatikan apa yang terjadi dengan Petrus. Karakteristik Petrus yang sanguin terlihat ketika ia untuk pertama kalinya mendengar panggilan Mesias (Mat 4:20). Secara spontan, Ia segera berjalan mengikut Yesus. Kecekatannya dalam bertindak juga terlihat ketika ia melihat Yesus berjalan di atas air. Ia berkata,"… suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air … (Mat 14:28-29). Sifat spontan dari Petrus juga terlihat ketika ia melaihat Yesus mengalami transfigurasi. Petrus segera mengusulkan untuk membangun tempat kediaman bagi Elia, Musa dan Kristus (Mat 17:1-13). Demikian juga, ketika prajurit-prajurit Romawi menangkap Yesus, Petrus segera menghunuskan pedangnya (Yoh 18:10).
Salah satu karakteristik sanguin yang jelas terlihat dalam pribadi Petrus adalah kelugasannya dalam berbicara. Ketika para murid bergumul tentang siapakah Yesus, Petrus segera berbicara dengan lugas tentang siapakah Yesus; dan Yesus memuji kelugasan Petrus ini (Mat 16:13-20). Petrus, si sanguin ini adalah "orang panggung" yang selalu tampil dengan kespontanan dan kelugasannya dalam berbicara dan mengambil tindakan.
Sisi negatif dari karakteristik sanguin yang terlihat dalam kehidupan Petrus adalah sifat mudah berubahnya. Penyangkalannya terhadap Yesus hingga tiga kali menunjukkan betapa mudah berubahnya Petrus (Mat 26:69-70). Padahal sebelumnya dengan arogan ia menyatakan bahwa meskipun semua murid meninggalkan Yesus, ia akan tetap tinggal (Mat 26:31). Arogansi Petrus ini muncul dari kecenderungannya yang bergerak ke arah kepentingan diri sendiri atau egoistis (Mat 19:27).
Tetapi, Petrus paska turunnya Roh Kudus adalah Petrus yang diubahkan. Dari hati dan bibir yang labil, telah diubahkan Allah untuk menjadi pengkhotbah besar dengan hasil yang besar pula (Kis 4:4). Emosi Petrus pun juga mengalami suatu pengubahan yang luar biasa, dari pribadi yang meledak-ledak, menjadi seorang yang tenang dan mampu bersikap bijaksana. Perhatikan reaksinya, ketika ia ditantang oleh para iman untuk tidak memberitakan Yesus Kristus, Paulus dengan sangat tenang dan bijaksana mengatakan," … Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia … " (Kis 5:29). Demikian juga akhir kehidupan Petrus. Petrus bukan lagi seorang yang labil, tetapi dengan mantap ia menghadapi kematiannya di Roma.

Bagaimana Pengubahan Itu Terjadi?
Paulus menyatakan dalam 2 Kor 5:17, "Jadi, siapa dalam Kristus Kristus adalah ciptaan baru; Yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang" (2Kor 5:17). Apa yang hendak dikatakan Paulus adalah hadirnya suatu natur baru di dalam diri setiap orang Kristen. Natur illahi dihadirkan Allah di dalam diri setiap orang Kristen. Natur ilahi ini tidak akan melenyapkan temperamen yang ada, tetapi akan memperlengkapi dan mentransformasinya. Bukti kehadiran dari natur ini dijelaskan oleh Paulus dalam Gal 5:22-23.
Paulus menyatakannya," Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran (tahan menderita, KJV), kemurahan (kelembutan, KJV), kebaikan, kesetiaan (iman, KJV), kelemahlembutan (tidak melawan, KJV), dan penguasaan diri. Seorang sanguin telah dilahirkan dengan rasa kasih, sukacita dan kebaikan; sehingga Roh Kudus hanya akan memurnikan karakter ini seturut dengan kehendak-Nya. Roh Kudus perlu untuk "memasok" damai sejahtera untuk orang sanguin yang mudah gelisah. Demikian juga tahan menderita ganti mudah menyerah, kelembutan ganti sikap grusa-grusu, sikap tidak melawan ganti egoistis, iman ganti rasa takut/kurang aman, dan yang terutama adalah penguasaan diri ganti kurang displin.
Orang Koleris yang sudah dilahirkan dengan disiplin, tahan menderita dan ketekunan, membutuhkan pemurnian oleh kuasa Allah dalam hal-hal tersebut. Kebutuhan utama yang harus "dipasok" oleh Roh Kudus adalah rasa kasih dan belas kasihan yang akan memungkinkannya sensitif terhadap perasaan orang lain. Demikian juga ia membutuhkan damai sejahtera ganti ketergesaan, kelembutan ganti sikap sarkastis mereka, sikap tidak melawan ganti kecenderungan untuk memberontak, iman ganti kepercayaan terhadap diri sendiri.
Seorang melankolis dilahirkan dengan sikap lembut, penguasaan diri dan tahan menderita. Tinggal bagaimana Roh Allah memaksimalkan karakter bawaan ini. Kebutuhan utama seorang melankolis adalah kasih terhadap diri sendiri dan orang lain sebagai ganti dari sikap perfeksionisnya. Sukacita ganti kecenderungannya yang muram, damai sejahtera ganti kecenderungan ganti sikap mengkritik ataupun menghakimi serta iman ganti kekuatiran yang terus menguasainya.
Seorang flegmatis yang dilahirkan dengan kelembutan dan keramahan, hanya memerlukan pemenuhan Roh Allah di dalam kehidupannya sehingga karakter tersebut betul-betul menjadi berkat bagi orang lain. Kebutuhan utama yang harus "dipasok" oleh Roh Allah adalah kasih dan belas kasihan terhadap yang lain. Demikian juga daya tahan, ganti kecenderungan cepat menyerah. Iman ganti segala kekuatiran yang ada, dan penguasaan diri ganti kecenderungan untuk lamban.
Dalam pemenuhan yang terus menerus oleh Roh Kudus maka keempat temperamen ini akan menjadi temperamen yang diubahkan (ditransformasikan) oleh Allah. Pemenuhan ini tentunya menuntut kehidupan yang dipimpin oleh Roh Allah. Seperti yang dinyatakan oleh Paulus, "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin Roh" (Gal 5:25).
To God be the Glory.
(Dari berbagai sumber)

PACARAN KRISTEN

Topik apa yang menjadi salah satu ” top issue” di kalangan anak muda? Jawabannya adalah pacaran. Topik pacaran menjadi salah satu topik yang selalu menarik untuk dibicarakan dikalangan anak muda, tak terkecuali mahasiswa.
Sebenarnya Alkitab sendiri tidak membicarakan tentang pacaran secara khusus, tetapi lebih menekankan masalah pernikahan. Tetapi tentu ada prinsip-prinsip yang dapat menolong kita sebagai orang kristen bagaimana berpacaran yang baik.
Di Kejadian 2:18,21-25, Allah berfirman tidak baik Adam hidup seorang diri, maka Allah mengambil tulang rusuk Adam dan membentuk wanita yang disebut Hawa untuk mendampingi Adam. Ketika Adam melihat Hawa maka dia begitu bersukacita karena dia mendapatkan pasangan yang sepadan. Dari bagian ini kita bisa melihat bahwa Allah menghendaki kita tidak hidup sendiri, kita membutuhkan orang lain untuk dijadikan teman hidup kita. Jadi kita dapat berdoa kepada Allah untuk calon pasangan kita, meminta kepada Allah untuk menunjukan orang yang tepat. Bagian lain yang bisa dipelajari adalah bahwa Allah menciptakan bagi kita pasangan yang sepadan. Sepadan di sini adalah seiman, bukan dari segi tinggi, kaya, suku, dll. Jadi bagi kita orang kristen yang akan mencari pasangan hidup prinsip ini harus dipegang.
Bagaimana kita sebagai orang kristen mengartikan pacaran? Pacaran adalah suatu proses yang dilalui sebelum masuk ke jenjang yang lebih serius lagi yaitu pernikahan. Akhir dari sebuah pacaran adalah pernikahan, inilah yang harus dipahami oleh orang kristen. Sebab itu sebelum dan saat pacaran kita harus menggumulkan dengan sungguh-sungguh.
Kriteria apa yang harus diperhatikan dari calon pasangan kita? Kriteria utama adalah seiman, itu harus dan wajib. Kedewasaan rohani dan karakter juga harus menjadi pertimbangan selanjutnya.
Hal apa yang harus dilakukan saat pacaran? Seharusnya ketika pacaran terjadi suatu proses yang baik. Maksudnya, dalam pacaran itu kita belajar untuk lebih mengenal pasangan kita, saling memperlengkapi dan mengasah satu dengan yang lainnya. Karena akhir dari pacaran adalah menikah, maka saat pacaran kita juga sudah bisa mulai mempraktekan bagaimana kondisi sebuah keluarga yang baik. Tentunya tidak melakukan hubungan layaknya suami istri, tapi sebatas bagaimana menjalin komunikasi yang baik, bagaimana sang pria belajar menghargai pasangannya dan sang wanita tunduk kepada pasangannya.

TELUR VS KENTANG

Ada sebuah pertanyaan, apakah perbedaan antara telur dan kentang setelah keduanya selesai direbus? Jawabannya adalah telur isinya menjadi keras dari sebelumnya berbentuk cair. Sedangkan kentang sebaliknya, isi kentang menjadi lunak dari sebelumnya keras.
Ilustrasi tersebut dapat menggambarkan bagaimana kehidupan seorang murid Kristus. Murid Kristus seharusnya seperti kentang yang telah direbus, mungkin dulunya dia ”keras” tetapi kemudian menjadi ”lunak”. Keras disini diartikan kehidupan lama dan lunak merupakan kehidupan yang sudah diubahkan. Di sini point pentingnya adalah terjadi perubahan ke arah yang lebih baik.
Bagaimana bisa terjadi perubahan? Kentang yang semula keras dan kemudian menjadi lunak membutuhkan suatu proses, tidak instan. Kentang harus rela direbus di dalam air yang mendidih, PANAS!!! Tapi proses itu memang harus dilalui, kalau tidak kentang itu tidak akan pernah menjadi lunak. Demikian juga kita sebagai murid Kristus. Untuk dapat menjadi serupa dengan Kristus juga harus mau melalui proses. Terkadang kita harus mau ”direbus” untuk akhirnya semakin menyerupai Kristus. Ada harga yang harus dibayar ketika menjadi murid Kristus. Sangkal diri, memikul salib adalah bagian dari proses yang harus kita lalui agar hidup kita semakin serupa dengan Dia yang sempurna itu.
Kristus menghendaki setiap muridNya hidupnya semakin hari semakin serupa dengan Dia. Jalanilah setiap penderitaan dan pergumulan hidup, jangan mundur. Mintalah kekuatan dari Allah supaya kita bisa melaluinya. Amin.

BELAJAR DARI PENDERITAAN KRISTUS

Bersyukur di tahun ini saya bisa kembali merayakan Jumat Agung, waktu yang tepat untuk merenungkan kembali penderitaan dan kematian Kristus. Ketika membaca Firman tentang penderitaan yang Kristus alami dan kemudian melihat film The Passion Of The Christ di TV, saya semakin melihat dan menyadari bahwa penderitaan yang Kristus alami bukanlah penderitaan yang biasa saja tetapi begitu mengerikan. Dan Kristus juga tidak hanya menderita secara fisik, tetapi Dia juga menderita secara mental dan rohani.
Secara Fisik. TubuhNya disiksa dengan begitu sadis, dipukul, di sesah sehingga begitu banyak darah yang keluar dan daging yang terlepas dari tubuhnya. Kepalanya harus tertusuk duri. Dengan sisa tenaganya Dia harus memikul salib menuju golgota. Dan kemudian tangan, kakiNya tertembus paku. Dan akhirnya Kristus mati.
Secara mental, Kristus menderita karena orang-orang yang tadinya mengeluk-elukan, memuji Dia sebagai Raja, mereka jugalah yang menyalibkan Dia.
Secara rohani. Kristus sangat menderita secara rohani ketika Sang Bapa memalingkan muka dan meninggalkan Dia. Bapa tidak tahan melihat begitu besarnya dosa-dosa manusia.
Sebenarnya Kristus bisa menghindar dari penderitaan yang luar biasa itu. Tetapi kenapa Dia tidak melakukannya? Jawabannya karena Dia memang HARUS mengalami penderitaan itu. Karena hanya melalui penderitaan dan kematianNya maka masalah terbesar manusia yaitu dosa bisa diselesaikan. Melalui penderitaan dan kematianNya manusia bisa diperdamaikan dengan Allah. Hanya melalui Kristus, tidak ada jalan yang lain.
Penderitaan yang Kristus alami seharusnya ditimpakan kepada kita sebagai manusia berdosa. Orang berdosa harus dihukum, itu keadilan. Tetapi Kristus mau mengantikan kita, Dia rela menderita begitu rupa sampai mati. Sekarang dosa saya telah ditebus, hutang saya telah dibayar lunas. Tidak hanya saya tetapi semua orang yang beriman kepada Dia. Puji Tuhan!
Kemudian saya coba berpikir sikap apa yang harus kita buat? Melihat begitu besar dan mahalnya harga dosa yang harus Kristus bayar, seharusnya kita tidak bermain-main lagi dengan dosa, jangan menganggap remeh dosa. Seharusnya kita dengan sedemikian rupa membenci dan tidak melakukan dosa lagi. Bertobat dan meninggalkan dosa yang mungkin selama ini masih kita lakukan. Kristus lebih memilih jalan salib, jalan penderitaan. Seharusnya sebagai orang percaya kita mau hidup menderita, jangan hanya ingin hidup enak dan tanpa masalah. Kita seharusnya selalu taat dan setia kepada perintahNya walaupun harus menjalani penderitaan.”To God be the glory”.

Minggu, 11 Mei 2008

Bersinar Bagi Dunia

Kita sering mendengar kata integritas. Dan sebagai orang percaya kita dituntut untuk hidup berintegritas. Dalam Alkitab ada banyak tokoh-tokoh yang memberi contoh bagaimana hidup berintegritas, salah satunya Daniel (Daniel 1:1-21).

Siapakah Daniel?
Daniel adalah orang Yehuda yang menjadi salah seorang yang di bawa ke Babel ketika Israel di kalahkan raja Nebukadnezar (Ps. 1:7), mungkin salah seorang keturunan raja atau bangsawan (Ps. 1:3), orang muda yang tidak memiliki cacat cela, berperawakan baik, memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu (Ps. 1:4). Sehingga tidak mengherankan ia menjadi salah seorang yang dipilih oleh Aspenas kepala istana untuk dididik selama tiga tahun dan dipersiapkan bekerja pada raja Nebukadnezar (Ps. 1:5).

Kondisi yang dihadapi Daniel dan sikapnya?
Menjadi salah seorang yang dipilih untuk dididik selama tiga tahun untuk dipersiapkan bekerja pada raja ada konsekuensinya. Daniel di haruskan makan dan minum apa yang disediakan oleh raja (Ps. 1:5). Makanan dan minuman yang tentunya enak dan bergizi tinggi. Tetapi Daniel mengetahui bahwa menyantap makanan dan minuman yang disediakan raja sama dengan menajiskan diri, berdosa dihadapan Allah. Oleh karena itu Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja (Ps. 1:8). Daniel tetap menjaga kekudusan hidupnya di hadapan Tuhan walaupun sebenarnya ada resiko yang akan dia terima karena berani melawan perintah raja, apalagi ia hanya seorang tawanan. Bisa saja Daniel dipenjara, dibunuh dan kehilangan kesempatan untuk menjadi salah seorang yang bekerja dilingkungan kerajaan.

Apa akibat/dampak dari sikap Daniel?
Allah mengaruniakan kepada Daniel kasih dan sayang dari pemimpin pegawai istana (Ps. 1:9), perawakannya lebih baik dan kelihatan lebih gemuk dari pada semua orang muda yang telah makan santapan raja (Ps. 1:15), Allah memberikan pengetahuan dan kepandaian tentang berbagai-bagai tulisan dan hikmat, Daniel juga mempunyai pengertian tentang berbagai-bagai penglihatan dan mimpi (Ps. 1:17), Daniel lebih cerdas 10 x dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaan Babel dan tentunya Daniel menjadi orang kepercayaan raja (Ps. 1:21). Allah adalah adil. Allah memperhitungkan ketaatan Daniel.

Hal apa yang bisa kita pelajari?
Dunia ini mengajarkan bahwa untuk mencapai tujuan tertentu manusia boleh menggunakan segala cara, sekalipun itu cara yang tidak benar. Dunia membenarkan cara-cara yang salah. Tidak aneh banyak orang yang melakukan KKN supaya cepat kaya, banyak orang menjadi ”penjilat” supaya naik jabatan. Mereka beralasan tidak salah melakukan itu semua karena orang lain juga melakukan, atau mumpung ada kesempatan-kapan lagi. Sebagai mahasiswa kita seringkali mencontek, cari muka untuk dapat nilai bagus dan nitip absen karena malas kuliah. Alasannya mencontek, cari muka dan titip absen tidak berdosa, kalaupun dosa itukan dosa kecil. Padahal tidak ada dosa besar dan kecil, yang ada hanya dosa.

Sebagai orang percaya kita tidak boleh berkompromi dengan dosa. Allah menghendaki kita sebagai orang percaya selalu taat kepadaNya. Dalam kondisi apapun kita harus taat kepadaNya. Tentu ada resiko yang akan kita terima ketika kita taat kepada Allah. Mungkin kita akan dikucilkan, disakiti, disingkirkan dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan jabatan dan kehormatan. Kita tidak mendapatkan kenikmatan secara daging. Tetapi percayalah bahwa Allah tidak akan membiarkan anak-anakNya dipermalukan. Ia akan memelihara , membela dan memberkati setiap orang yang taat kepadaNya. Dunia yang penuh dosa tetap membutuhkan, mencari orang-orang yang berintegritas.

Be integrity!!!

Belajar Tentang Pengampunan

BELAJAR UNTUK MENGAMPUNI

Kisah Yusuf yang dibuang ke dalam sumur kemudian di jual oleh saudara-saudaranya tentu menjadi kisah yang sering kita dengar. Kisah Yusuf ini mengajarkan banyak hal kepada kita salah satunya tentang mengampuni.

Mengapa Yusuf diperlakukan sedemikian oleh saudaranya?

Dalam Kejadian 37:1-11 di catat tentang kenapa Yusuf sangat dibenci oleh sauda-saudaranya. Kecemburuan dan iri hati karena perlakukan istimewa yang diterima Yusuf dari Yakub ayah mereka membuat mereka benci kepada Yusuf. Apalagi setelah Yusuf menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya yang isinya digambarkan bahwa orang tua dan semua saudaranya menyembah dia, semakin bencilah saudara-saudaranya itu.
Maka ketika saudara-saudaranya yang sedang menggembalakan kambing domba melihat Yusuf menyusul mereka, rencana jahatpun kemudian dibuat. Kemudian Yusuf dibuang ke sumur kosong dan ketika ada musafir saudagar-saudagar Midian melewati daerah itu mereka menjual Yusuf dan oleh saudagar Midian itu Yusuf dijual ke Mesir kepada Potifar (ay. 12-36).

Apa sikap Yusuf atas perbuatan saudara-saudaranya itu?

Beberapa tahun setelah kejadian yang menyakitkan itu terjadilah kelaparan hebat di seluruh tanah Mesir. Ayah dan saudara-saudara Yusuf pun mengalaminya. Sedangkan Yusuf karena pertolongan Tuhan sudah menjadi wakil raja Firaun di Mesir. Di Mesir lah masih tersedia persediaan makanan karena hikmat dari Yusuf. Oleh karena itu banyak orang pergi ke Mesir untuk mencari bahan makanan termasuk saudara-saudara Yusuf. Ketika di Mesir mereka bertemu dengan Yusuf (Kejadian pasal 42, 43).
Dalam Kejadian pasal 45:1-22 mencatat Yusuf kembali bertemu dengan saudara-saudaranya. Ini pertemuan ke tiga mereka. Pada saat itu depan Yusuf ada orang-orang yang dahulu telah merencanakan dan melakukan perbuatan jahat kepada dirinya. Apa yang dirasakan Yusuf? Kenangan peristiwa beberapa tahun yang lalu kini kembali muncul dalam hatinya. Kenangan pahit, memilukan dan menakutkan yang pernah dialami kembali muncul. Dan itu mungkin sudah dia rasakan sejak pertemuan dengan saudaranya yang pertama. Suatu pengalaman yang menyakitkan hati memang sulit untuk dilupakan dan dihilangkan apalagi dilakukan oleh orang-orang terdekat kita.
Apa yang dilakukan Yusuf kepada saudara-saudaranya? apakah kemudian ia menolak memberikan bahan makanan atau menangkap dan memenjarakan mereka dengan kuasa yang dimiliki? Bisa saja kalau Yusuf mau. Apakah Yusuf marah dan menyalahkan perbuatan yang pernah dilakukan saudara-saudaranya? Bisa saja karena Yusuf punya alasan yang kuat. Tapi ternyata itu tidak dilakukannya. Yusuf tidak membalaskan kejahatan dengan kejahatan, kebencian dengan kebencian tetapi Yusuf justru menunjukan kasih yang begitu besar kepada saudara-saudaranya. Yusuf memeluk, mencium dan mengajak saudaranya makan satu meja dengan dirinya, Yusuf juga mencukupkan semua kebutuhan makanan mereka dan keturanan mereka, Yusuf memberikan satu daerah yang baik untuk saudara-saudaranya tinggal. Yusuf juga tidak menyalahkan saudara-saudaranya tetapi Yusuf melihat bahwa segala sesuatu yang telah terjadi di dalam kehidupannya terkusus penderitaan adalah kehendak dan rencana Tuhan. Melalui suatu proses pergumulan yang berat, pergolakan dalam hati dan tangisan, Yusuf mengampuni saudara-saudaranya. Yusuf kembali berdamai dengan saudara-saudaranya.

Hal apa yang bisa dipelajari?

Dari kisah Yusuf ini kita bisa belajar tentang mengampuni. Mengampuni tidaklah mudah. Tidak semudah membalikan telapak tangan. Mudah sekali mengucapkan tapi sulit sekali melakukannya. Mungkin kita pernah diperlakukan tidak baik, disakiti oleh orang terdekat kita - teman atau bahkan oleh orang tua dan saudara-saudara kita. Seringkali sikap kita adalah marah, benci dan berusaha membalas apa yang telah mereka perbuat. Sulit sekali mengampuni. Ataupun terkadang kita merasa sudah mengampuni tapi sakit hati, dendam muncul kembali saat peristiwa itu terlintas dalam pikiran kita. Apa yang harus dilakukan? Kita harus berdoa kepada Allah sumber kasih itu, supaya kita diberikan anugerah memiliki hati yang lapang untuk mengampuni dan melupakan kesalahan orang lain. Mengampuni dengan tulus, tanpa syarat seperti Tuhan Yesus telah mengampuni kesalahan kita. Berdoa kepada Allah agar kita diberi hikmat untuk melihat rencana dan kehendakNya yang indah melalui setiap kondisi yang terjadi dalam kehidupan kita.